Sabtu, 21 Agustus 2010

SISTEMIK LUPUS ERITOMATOSUS PADA KEHAMILAN

LAPORAN KASUS

KEHAMILAN DENGAN SISTEMIK LUPUS ERITOMATOSUS

Oleh:

Ni Putu Devi Prabhaswari (0602005052)

I Putu Wirama (0602005068)

Pembimbing:

dr. A A Gde Martha, SpOG

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

LAB/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

RSUD KLUNGKUNG

AGUSTUS 2010


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas berkatNya, tinjauan kasus ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tinjauan kasus dengan judul “Abortus Inkomplit” ini ditulis dalam rangka menjalani Kepaniteraan Klinik Madya di Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi, RSUD Klungkung. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. A A gde Martha, Sp.OG selaku Kepala Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD Klungkung dan pmbimbing laporan kasus ini.

2. Semua staf Bagian/SMF Obsteti dan Ginekologi FK Unud/RSUD Klungkung.

3. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian karya ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Untuk ini penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak.

Denpasar, Agustus 2010

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 2

BAB III. LAPORAN KASUS ............................................................................................. 17

BAB IV. PEMBAHASAN ................................................................................................. 21

BAB V. KESIMPULAN ................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 26

BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu kejadian yang terjadi dalam bidang kebidanan dan kandungan adalah Lupus eritematosus sistemik (Systemic Lupus Erythematosus, SLE), merupakan penyakit autoimun yang ditandai oleh produksi antibodi terhadap komponen-komponen inti sel yang berhubungan dengan manifestasi klinis yang luas. Sembilan puluh persen kasus lupus eritematosus sistemik menyerang wanita muda dengan insiden puncak pada usia 15-40 tahun selama masa reproduktif dengan rasio wanita dan laki-laki 5:1. Etiologinya tidak jelas, diduga berhubungan dengan gen respon imun spesifik pada kompleks histokompatibilitas mayor klas II, yaitu HLA-DR2 dan HLA DR3. Terdapat banyak bukti bahwa patogenesis LES bersifat multifaktor, dan ini mencakup pengaruh faktor genetik, lingkungan (sinar ultraviolet, infeksi) dan hormonal (estrogen) terhadap respons imun.1,2,3

Manifestasi klinis yang muncul heterogen dan hampir melibatkan semua sistim organ dari kondisi sendi dan kulit yang ringan sampai pasien dengan penyakit berat yang menyerang sistim saraf pusat, paru, saluran pencernaan, dan ginjal. Pertanda utama lupus adalah adanya antibodi terhadap antigen nuklear (ANA).3

Prevalensi SLE diperkirakan 4-250 kasus untuk setiap 100.000 penduduk, yang menunjukkan adanya perbedaan besar pada berbagai populasi (Lawrence dkk, 1989). Di Amerika Serikat prevalensinya lebih sering pada orang-orang asia ( 18-24 tiap 100.000) daripada orang kulit hitam (4 tiap 100.000) atau Puerto Rico ( 1 diantara 100.000 ) lebih lanjut dilaporkan bahwa prevalensi LES lebih sering pada orang-orang cina dan Asia Tenggara (Feng dkk,1982). Sedangkan dalam kurun waktu 1971 sampai dengan1975 adalah 15,02 per 10.000 perawatan .4 Sedangkan dalam kurun 1985-1994 dibagian penyakit dalam RSUD. Dr. Saiful Anwar, Malang, telah dirawat kasus LES sebanyak 79 kasus, dimana sebagian besar penderita (97,1 %) adalah wanita dengan umur dibawah 30 tahun.4 Dalam bidang obstetri penyakit ini dianggap penting karena LES dapat merupakan satu penyulit kehamilan, dimana mempunyai potensi untuk mengakibatkan kematian janin, kelahiran preterm maupun kelainan pertumbuhan janin. Bayi yang lahir dari ibu yang mengindap LES dapat menyebabkan lupus eritematosus neonatal, walaupun kejadiannya jarang (1:20.000 kelahiran hidup).5

Lupus eritematosus sistemik yang terjadi pada wanita hamil apabila dilakukan pengawasan yang tepat ANC yang teratur dapat mengetahui komplikasi yang akan terjadi pada ibu hamil sehingga dapat mengurangi morbilitas dan moratlitas baik pada ibu hamil ataupun bayi.. Oleh karena itu, Lupus eritematosus sistemik adalah topik yang penting dan menarik yang harus dikuasai oleh dokter ataupun pekerja medis yang lain.

Dalam tinjauan kasus ini akan dibahas bagaimana teori tentang Lupus eritematosus sistemik, laporan kasus, dan pembahasan kasus, apakah sudah sesuai dengan teori, atau belum. Diharapkan dengan tinjauan kasus ini dapat dimengerti lebih baik tentang Lupus eritematosus sistemik sehingga apabila kita menjumpai kasus ini, kita dapat melakukan tindakan penanganan yang cepat dan tepat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Lupus eritematosus merupakan suatu penyakit dengan dasar reaksi auto imun. Etiologi sebenarnya belum diketahui. Lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit radang multi sistem akibat pengendapan kompleks imun yang tidak spesifik pada berbagai organ yang penyebabnya belum diketahui secara jelas. Lupus eritematosus sistemik (Systemic Lupus Erythematosus, SLE), merupakan penyakit autoimun yang ditandai oleh produksi antibodi terhadap komponen-komponen inti sel yang berhubungan dengan manifestasi klinis yang luas Secara klinis ditemukan 2 bentuk lupus eritematosus, yaitu bentuk discoid dan bentuk tersebar luas (sistemik).1,2,3 Bentuk discoid merupakan salah satu bentuk lupus eritematosus yang tidak berbahaya dan terbatas pada kulit, jarang mengenai organ lain, tidak mempunyai pengaruh timbal balik dengan kehamilan. Bentuk tersebar luas (sistemik) adalah salah satu bentuk lupus eritematosus yang selain mengenai kulit juga mengenai organ lain dalam tubuh, berbahaya dan mempunyai pengaruh timbal balik (pengaruh buruk) terhadap kehamilan.1,4

2.2 Epidemilogi

Prevalensi SLE di berbagai negara sangat bervariasi. Prevalensi pada berbagai populasi yang berbeda-beda. Dari berbagai sumber diadapatkan data antara lain : Prevalensi penyakit SLE adalah 0,06% dari populasi umum. Di Amerika Serikat, insiden penyakit SLE adalah 14.6 – 50.8 kasus/100.000 orang sedangkan prevalensinya 24- 100/100.000 orang. The Lupus Foundation of America ( LFA ) memperkirakan sekitar 1,5 juta penduduk Amerika Serikat menderita penyakit SLE dengan berbagai tipe terutama wanita. Orang Amerika keturunan Afrika, Hispanik, orang Amerika asli dan orang Asia memiliki resiko besar untuk menderita penyakit SLE. c. Prevalensi penyakit SLE di Swedia adalah 36/100.000 orang. . Di Inggris prevalensinya hampir sama dengan orang Asia 40/100.000 . Di negara Eropa prevalensi SLE 20/100.000 orang. Penyakit SLE lebih sering menyerang pada usia 15 – 40 tahun tetapi semua umur bisa saja terkena, penyakit SLE lebih sering menyerang pada wanita daripada pria ( 9 : 1 ) sedangkan pada anak-anak meningkat 10 : 1. Pada wanita Eropa umur 15 -24 tahun prevalensinya 1/700 orang wanita. Pada wanita Amerika-Afrika umur 15 – 24 tahun prevalensinya 1/245 orang wanita Yang menarik perhatian adalah penyakit SLE jarang ditemukan di Afrika.6,7

Sedangkan dalam kurun 1985-1994 dibagian penyakit dalam RSUD. Dr. Saiful Anwar, Malang, telah dirawat kasus LES sebanyak 79 kasus, dimana sebagian besar penderita (97,1 %) adalah wanita dengan umur dibawah 30 tahun. Dalam bidang obstetri penyakit ini dianggap penting karena LES dapat merupakan satu penyulit kehamilan, dimana mempunyai potensi untuk mengakibatkan kematian janin, kelahiran preterm maupun kelainan pertumbuhan janin. Bayi yang lahir dari ibu yang mengindap LES dapat menyebabkan lupus eritematosus neonatal, walaupun kejadiannya jarang (1:20.000 kelahiran hidup).4,5

2.3 Etiologi

Etiologi dan patogenesis LES masih belum diketahui dengan jelas meskipun demikian terdapat banyak bukti, ini mencakup pengaruh faktor genetik, lingkungan dan hormonal terhadap respon imun. Kerusakan jaringan disebabkan oleh autoantibodi, kompleks imun dan limfosit T. Seperti halnya penyakit autoimun yang lain, suseptibiltas LES tergantung oleh gen yang multipel.

Faktor lingkungan memegang peranan penting, melakukan interaksi dengan sel yang suseptibel sehingga akan menghasilkan respon imun yang abnormal dengan segala akibatnya. Faktor genetik mempunyai peran penting, 10-20% pasien penderita LES mempunyai kerabat penderita LES. Adapun gen yang berperan terutama gen yang mengkode unsur-unsur sistem imun. Kaitan dengan haplotip MHC tertentu terutama HLA- DR2 dan HLA-DR3 serta dengan komponen komplemen yang berperan pada fase awal reaksi ikat komplemen 3.8

2.4 Patogenesis

Sampai saat ini belum jelas mekanisme terjadinya LES ini, interaksi antara faktor lingkungan, genetik dan hormonal yang saling terkait akanmenimbulkan abnormalitas respon imun pada tubuh penderita LES. Beberapa faktor pencetus yang dilaporkan menyebabkan kambuhnya LES adalah, stress fisik maupun mental, infeksi, paparan ultraviolet dan obat-obatan. Obat-obatan yang diduga mencetuskan LES adalah, procainamine, hidralasin, quidine dan sulfazalasine. Pada LES ini sel tubuh sendiri dikenali sebagai antigen. Target antibodi pada LES ini adalah sel beserta komponennya yaitu inti sel, dinding sel, sitoplasma dan partikel nukleoprotein. 1,3,4

Karena didalam tubuh terdapat berbagai macam sel yang dikenali sebagai antigen maka akan muncul berbagai macam outoantibodi pada penderita LES. Peran antibodi antibodi ini dalam menimbulkan gejala klinis belum jelas diketahui, beberapa ahli melaporkan kerusakan organ/sistem bias disebabkan oleh efek langsung antibodi atau melalui pembentukan komplek imun. Kompleks imun akan mengaktifasi sistem komplemen untuk melepaskan C3a dan C5a yang merangsang sel basofil untuk membebaskan vasoaktif amin seperti histamin yang menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler yang akan memudahkan mengendapnya kompleks imun. Pembentukan kompleks imun ini akan terdeposit pada organ/sistem sehingga menimbulkan reaksi peradangan pada organ/sistem tersebut Sistem komplemen juga akan menyebabkan lisis selaput sel sehingga akan memperberat kerusakan jaringan yang terjadi. Kondisi inilah yang menimbulkan manifestasi klinis LES tergantung dari organ/sistem mana yang terkena. Pada plasenta proses tersebut akan menyebabkan terjadinya vaskulitis desidua.1,3,4.

2.5 Gejala Klinis

Penderita LES umumnya mengeluh lemah, demam, malaise, anoreksia dan berat badan menurun. Pada penyakit yang sudah lanjut dan berbulan bulan sampai tahunan barulah menunjukkan manifestasi klinis yang lebih spesifik dan lengkapserta cenderung melibatkan multiorgan. Manifestasinya bisa ringan sampai berat yang dapat mengancam jiwa.

Table 1. Prosentase spektrum klinis LES tampak padatabel dibawah ini.9

Manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh SLE pada kehamilan dapat berupa

a. Kematian janin

Mekanisme dari kematian janin ini belum jelas, namun diduga berhubungan dengan disfungsi plasenta dan peningkatan yang tidak dapat dijelaskan dari alfa fetoprotein serum pada wanita hamil. Pada tiga penelitian retrospektif, kematian janin dikatakan berkisar 22,31 dan 10,5%. Petri dan Allbritton melakukan suatu penelitian retrospektif berskala besar yang melibatkan wanita dengan kehamilan normal dan LES. Didapatkan bahwa angka kematian janin pada wanita hamil dengan LES lebih tinggi secara bermakna (21%) dibandingkan dengan wanita hamil tanpa LES (14%). Pada penderita LES, kematian janin dihubungkan dengan adanya antibodi antifosfolipid. Pada sebuah penelitian yang melibatkan 21 orang wanita dengan LES, didapatkan bahwa antibodi antifosfolipid merupakan indicator yang paling sensitiv untuk kematian janin. Pada penelitian kedua yang dilakukan oleh peneliti yang sama dijumpai bahwa antifosfolipid ada pada 10 atau 11 wanita dengan kematian janin, dan nilai prediksi positif antibodi antifosfolipid adalah diatas 50%. Penelitian lain menyebutkan bahwa adanya antibodi antifosfolipid dan riwayat kematian janin memberikan angka prediksi kematian janin diatas 85% pada wanita LES 10 Beberapa penulis percaya bahwa suatu penyakit ginjal yang menyertai LES mempunyai efek terhadap kelangsungan kehidupan janin. Derajat kerusakan ginjal juga merupakan suatu aspek yang penting. Hayslett dan Lynn menemukan bahwa kreatinin serum > 1,5mg/dl, digolongkan pada insufisiensi ginjal sedang-berat, dihubungkan dengan kematian janin 50% pada 10 kasus.1,3,4

b. Persalinan preterm

Persalinan preterm nampaknya terjadi lebih sering pada penderita LES dibandingkan wanita dengan kehamilan normal. Pada suatu penelitian yang mencatat usia kehamilan pada saat kelahiran, didapatkan nilai median dari 30% kelahiran adalah sebelum 37 minggu (kisaran 3-73%). Sebenarnya ada banyak factor perancu lain seperti adanya tendensi ahli kebidanan untuk melahirkan janin yang telah dianggap matur secepatnya. Persalinan preterm pada LES nampaknya dikaitkan dengan kejadian SLE flare . Pada suatu penelitian kasus kontrol berskala besar, didapatkan hasil bahwa persalinan preterm lebih sering pada kelompok LES dibandingkan dengan kontrol (12% vs 4%) . Sebagai tambahan, pecah ketuban sebelum waktunya lebih sering dijumpai pada kehamilan dengan penyulit LES.1

c. Kelainan Pertumbuhan Janin

Berdasarkan kenyataan bahwa wanita hamil penderita LES dapat mengidap preeklampsi, sindroma antifosfolipid atau keduanya, tidaklah mengejutkan bila terjadi kejadian kelainan pertumbuhan janin. Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Mintz dkk., menemukan bahwa 20 dari 86 (23%) kehamilan diatas 20 minggu menghasilkan janin dengan kelainan pertumbuhan, termasuk 4 kasus kematian janin. Hanya 4% dari kelompok kontrol yang melahirkan janin dengan gangguan pertumbuhantelah terbukti. Gen-gen lain yang berperan ialah gen yang mengkode reseptor sel T, immunoglobulin dan sitokin. Sistem neuroendokrin dalam beberapa penelitian berhasil ditemukan bahwa hormon prolaktin dapat merangsang respon imun.1

2.6 Diagnosis

Pada tahun 1971, American rheumatism association (ARA) mengumumkan kriteria untuk klasifikasi LES yang mengandung 14 item. Namum karena sensivitasnya sangat bervariasi (57,2%-98%), maka dilakukan revisi ulang pada tahun 1982 dengan kriteria revisi ini didapatkan sentivitas sebesar 96% dan spesifisitasnya antara 78-87% . Sedangkan dalam kepustakaan lain dikatakan sensitivisitas dan spesifitasnya mencapai 96% jika menggunakan criteria ini. Dengan menggunakan kriteria ini diagnosis LES dapat ditegakan jika ditemukan 4 atau lebih criteria.10

Tabel 2. Kriteria revisi untuk klasifikasi LES (1982) dikutiplah Lahita 10

2.7 Pengaruh Kehamilan terhadap LES

Masih belum dapat dipastikan apakah kehamilan dapat mencetuskan LES, eksaserbasi LES pada kehamilan tergantung dari lamanya masa remisi LES eterlibatan organ organ vital seperti ginjal. Penderita LES yangt telah mengalami remisi lebih dari 6 bulan sebelum hamil mempunyai risiko 25% eksaserbasi pada saat hamil dan 90% luaran kehamilannya baik. Tetapi sebaliknya bila masa remisi LES sebelum hamil kurang dari 6 bulan maka risiko eksaserbasi LES pada saat hamil menjadi 50% dengan luaran kehamilan yang buruk. Apabila kehamilan terjadi pada saat LES sedang aktif maka risiko kematian janin 50-75% dengan angka kematian ibu menjadi 10%. Dengan meningkatnya umur kehamilan maka risiko eksaserbasi juga meningkat, yaitu 13% pada trimeseter I, 14% pada trimester II, 53% pada trimester III serta 23% pada masa nifas.9,11

2.8 Pengaruh LES terhadap Kehamilan

Nasib kehamilan penderita LES sangat ditentukan dari aktifitas penyakitnya, konsepsi yang terjadi pada saat remisi mempunyai luaran kehamilan yang baik. Beberapa komplikasi kehamilan yang bias terjadi pada kehamilan yaitu, kematian janin meningkat 2-3 kali dibandingkan wanita hamil normal, bila didapatkan hipertensi dan kelainan ginjal maka mortalitas janin menjadi 50%. Kelahiran prematur juga bisa terjadi sekitar 30-50% kehamilan dengan LES yang sebagian besar akibat preeklamsia atau gawat janin. Infark plasenta yang terjadi pada penderita LES dapat menigkatkan risiko terjadinya Pertumbuhan janin Terhambat sekitar 25% demikian juga risiko terjkadinya preeklamsia . eklamsia meningkat sekitar 25-30% pada penderita LES yang disertai lupus nepritis kejadian preeklamsia menjadi 2 kali lipat. Membedakan preeklamsia dengan lupus nepritis sulit karena keduanya mengalami hipertensi, protenuria, edema dan perburukan fungsi ginjal. Kriteria dibawah ini dapat dipakai untuk membedakan kedua keadaan diatas :12

Tabel 3. Perbedaan preeklamsia dengan eksaserbasi lupus renal 11

LEN, merupakan komplikasi kehamilan dengan LES yang mengenai janin dimana sindroma tersebut terdiri dari, blok jantung kongenital, lesi kutaneus sesaat, sitopenia, kelainan hepar dan berbagai manifestasi sistemik lainnya pada neonatus yang lahir dari seorang ibu yang menderita LES pada saat hamil. Untuk menegakkan diagnosa LEN, The Research Registry for Neonatal Lupus memberikan dua kriteria sebagai berikut : Adanya antibodi 52 kD SSA/Ro, 60 kD SSA/Ro atau 48 kD SSB/La pada serum ibu. dan. Adanya blok jantung atau ras pada kulit neonatus.11

Kelainan konduksi jantung/blok jantung congenital ditemukan 1 diantara 20 000 kelahiran hidup (0,005%), tergantung dari adanya anti SSA/Ro atau anti SSB/La. Apabila antibodi tersebut ditemukan pada penderita LES maka risiko bayi mengalami blok jantung kongenital berkisar antara 1,5% sampai 20% dibandingkan bila antibodi tersebut tidak ada yaitu sekitar 0,6% dengan distribusi yang sama antara bayi laki dan wanita. Patogenesis blok jantung congenital neonatus pada penderita LES dengan anti SSA/Ro dan Anti SSB/La positip belum jelas diketahui. Mekanisme yang dipercaya saat ini adalah adanya transfer antibody melalui plasenta yang terjadi pada trimester ke dua yang menyebabkan trauma imunologik pada jantung dan sistem konduksi jantung janin. Sekali terjadi transfer antibodi ini maka kelainan yang terjadi bersifat menetap dan akan manifes pada saat bayi lahir. Usaha untuk menghentikan transfer antibodi ini ke janin seperti pemberian kortiokosteroid, gammaglobulin intravenous atau plasmaparesis telah gagal mencegah kejadian blok jantung kongenital neonatal. Oleh karena itu pemeriksaan antibodi ini sangat penting untuk seorang ibu yang menderita LES dan ingin hamil.11

2.8 Penatalaksanaan

Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada penatalaksanaan LES dengan kehamilan yaitu:1,3,4

· Kehamilan dapat mempengaruhi perjalanan penyakit LES

· Plasenta dan fetus dapat menjadi target dari otoantibodi maternal sehingga dapat berakhir dengan kegagalan kehamilan dan terjadinya lupus eritemtousus neonatal.

Oleh karena itu diperlukan kerjasama yang baik antara obsterikus dan ahli penyakit dalam dalam merawat penderita LES yang hamil. Pada umumnya penderita LES mengalami fotosensitifitas, sehingga disarankan untuk tidak terlalu banyak terpapar sinar matahari. Mereka disarankan untuk menggunakan krem pelindung sinar matahari, baju lengan panjang, topi atau payung bila akan berjalan dibawah sinar matahari. Karena infeksi mudah terjadi maka penderita juga dinasehatkan agar memeriksakan diri bila mengalami demam. Pada penderita yang akan menjalani prosedur infasif diberikan antibiotika profilaksis. Modalitas utama pengobatan LES adalah pemberian kortikosteroid, anti inflamasi non steroid, aspirin, anti malaria dan imunosupresan. 1,3,11

Pemberian kostikosteroid memiliki peran yang sangat penting pada kehamilan dengan LES karena tanpa kortikosteroid sebagian besar penderita LES yang hamil akan mengalami eksaserbasi. Pemakaian kortikosteroid jangka panjang seperti prednison, prednisolon, hidrokortison pada kehamilan umumnya aman, oleh karena glukokortikoid itu segera akan mengalami inaktifasi oleh ensim 11-beta-hidroksidehidrogenase menjadi metabolik 11-keto yang inaktif, sehingga hanya 10% dari dosis yang dipakai dapat memasuki janin. Pada manifestasi klinis LES yang ringan umumnya diberikan prednison oral dalam dosis rendah 0,5 mg/kgBB/hari sedangkan pada manifestasi klinis yang berat diberikan prednison dosis 1 mg- 1,5 mg/kgBB/hari. Pemberian bolus metilprednisolon intravena 1 gram atau 15 mg/kgBB selama 3-5 hari dapat dipertimbangkan untuk mengganti glukokortikoid oral dosis tinggi atau pada penderita yang tidak memberikan respon pada terapi oral. Setelah pemberian glukokortikoid selama 6 minggu, maka harus mulai dilakukan penurunan dosis obat secara bertahap, 5-10% setiap minggu bila tidak timbul eksaserbasi akut. Bila timbul eksaserbasi akut dosis harus dikembalikan seperti dosis sebelumnya. Pemakaian glukokortikoid yang berkepanjangan pada waktu hamil dalam dosis tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, ketuban pecah dini, diabetes gestasional, hipertensi,dan osteoporosis.1,3,11

Pemberian imunosupresan diberikan pada penderita yang tidak respon terhadap terapi glukokortikoid selama 4 minggu. Siklofosfamid diberikan bolus intravena 0,5 gr/m2 dalam 150 cc NaCL 0,9% selama 60 menit diikuti dengan pemberian cairan 2-3 liter/24 jam. Indikasi pemberian siklofosfamid adalah :1,11

· Penderita LES yang membutuhkan steroid dosis tinggi

· Penderita LES yang dikontraindikasikan terhadap steroid dosis tinggi

· Penderita LES yang kambuh setelah terapi steroid jangka panjang/berulang

· Glomerulonefritis difus awal

· LES dengan trombositopenia yang resisten terhadap steroid

· Penurunan laju filtrasi glomerulus atau peningkatan kreatinin tanpa disertai dengan aktor ekstra renal lainnya

· LES dengan manifestasi susunan saraf pusat.

Pemberian siklofosfamid pada wanita hamil tersebut tidak dianjurkan secara rutin kecuali benar benar atas indikasi yang kuat dan dalam keadaan diamana keselamatan ibu merupakan hal yang utama. Dilaporkan bahwa pemakaian siklofosfamid dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kegagalan ovarium prematur dan kelainan bawaan pada janin. Obat imunosupresan lainnya yang cukup aman diberikan pada wanita hamil adalah azatioprin dan siklosporin. Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya eksaserbasi pada saat persalinan atau pembedahan maka sebaiknya penderita dipayungi dengan metil prednisolon dosis tinggi sampai 48 jam pasca persalinan, setelah itu dosis obat diturunkan. Hampir semua obat untuk penderita LES diekskresikan bersama air susu dalam jumlah yang bervariasi antara 0,1%-2% dosis obat, kecuali Imunosupresan yang dikontraindikasikan untuk ibu menyusui. Pemberian aspirin dalam dosis besar (>3 gr/hari) berhubungan dengan peningkatan kejadian kehamilan posterm dan perdarahan selama persalinan. Dosis tinggi salisilat juga dilaporkan telah menyebabkan oligohidramnion, penutupan prematur dari duktus arteriosus dan hipertensi pulmonal pada neonatus. Pemakaian NSAID atau aspirin dihindari beberapa minggu sebelum persalinan. Hidroksiklorokuin juga sering dipakai dalam pengobatan LES dan sampai saat ini pemakaian obat ini cukup aman untuk wanita hamil.11

Kehamilan yang direncanakan merupakan pilihan yang paling baik untuk penderita LES yang masih menginginkan kehamilan. Kehamilan direkomendasikan setelah 6 bulan remisi. Pada kunjungan pertama antenatal dilakukan pemeriksaan lengkap tanpa memandang kondisi klinis pasien yang meliputi, pemeriksaan darah lengkap, panel elktrolit, fungsi liver, fungsi ginjal, urinalisis, antibodi anti DNA, anti bodi anti kardiolipin, antikoagulan Lupus, C3, C4 dan Anti SSA/R0 dan Anti SSB/La. Pemeriksaan laboratorium tersebut diulang tiap trimester, apabila antti SSA/Ro dan Anti SSB/La positif maka dilakukan pemeriksaan ekokardiograpi janin pada usia kehamilan 24-26 minggu untuk mendeteksi adanya blok janin kongenital. Apabila ditemukan adanya blok jantung janin kongenital maka diberikan dexametason 4 mg per-oral/hari selama 6 minggu/sampai gejala menghilang kemudian dosis diturunkan sampai lahir. Pemilihan kontrasepsi yang efektif dan aman merupakan hal yang sangat penting dalam penanganan penderita LES pasca persalinan. Kadar estrogen dalam kontrasepsi oral yang melebihi 20-30 ugr/hari dapatmencetuskan LES. Risiko tromboemboli pada penderita LES yang memakai kontrasepsi oral juga meningkat terutama apabila aPLnya positif. Kontrasepsi oral yang hanya mengandung progestogen dan depot progestogen merupakan alternatif yang lebih aman untuk penderita LES pasca persalinan. Pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) kurang baik karena dapat meningkatkan risko infeksi terutama pada penderita yang memakai imunosupresan yang lama.1,11,12

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : WMT

Umur : 32 th

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Hindu

Pekerjaan : Penenun

Alamat : Tangkup

Bangsa : Indonesia

Status Perkawinan : Menikah

Nama Suami : MM

Pekerjaan : Petani

Tanggal ANC : 2 Agustus 2010 (pkl 11.00 WITA)

Ruang : Poliklinik Kebidanan dan Kandungan

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama

ANC

Anamnesa Umum

Pasien datang untuk melakukan ante natal care yang ke 5, pasien datang dengan keluhan jari jari bengkan pada kedua tangan dan ada plek merah pada muka. Keluhan ini semenjak 15 hari yang lalu. Keluhan dirasakan menetap tidak dipengaruhi oleh kondisi pasien. Merah muka semakin meningkat apabila pasien terkena sinar matahari. Gerak janin dirasakan masih sering, sakit perut tidak ada, keluar air tidak ada, lendir campur darah tidak ada.

Riwayat menstruasi

Penderita menstruasi pertama kali saat usia 16 tahun. Menstruasinya teratur setiap bulan dan lamanya rata-rata 3-4 hari. Pasien lupa kapan hari pertama haid terakhir.

Riwayat Pernikahan dan Persalinan

- Penderita menikah 22 tahun

- Riwayat obstetri:

Anak I perempuan aterm lahir spontan berat lahir 3000 mg ditolong bidan umur 20

Anak II perempuan aterm lahir spontan berat lahir 3000 mg ditolong bidan umur 16

Anak III perempuan aterm lahir spontan berat lahir 3100 mg ditolong bidan umur 16

Anak IV perempuan aterm lahir spontan berat lahir 3000 mg ditolong bidan umur 8

V. ini

Riwayat Ante Natal Care (ANC)

Anc pertama dilakukan di bidan tanggal 15 juni 2010 ppt tes positip . Saat memasuki usia kehamilan 25 minggu dilakukan usg didapat TP 16 oktober 2010 dengan letak sungsang.

Riwayat KB

Pasien sebelumnya menggunakan KB suntik setelah terkena SLE tahun 2006 pasien disarankan berhenti memakai KB suntik. Disarankan memakai kondom atau pantang berkala.

Riwayat Penyakit Terdahulu

Penderita memiliki riwayat penyakit SLE sejak tahun 2006 sempat sampai tidak bisa berjalan riwayat penyakit lain seperti tekanan darah tinggi, diabetes melitus disangkal asma disangkal tapi pasien sering bersih lebih dari lima kali apabila kedinginan

Riwayat Penyakit Keluarga

Dalam keluarga riwayat penyakit seperti asma, penyakit jantung, diabetes melitus disangkal

Riwayat Sosial

Pasien pekerjaanya sebagai penenun, tidak merokok ataupun minum miniman beralkohol.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status present:

KU : tampak sakit sedang

TD : 120/70 mmHg

N : 88 x/menit

Tax : 36,5°C

R : 20x/menit

BB : 48 kg

TB : 145 cm

Status General:

Mata : Anemia -/-

Thoraks: : Simetris (+), pembengkakan mamae (-)

Jantung : S1S2 tgl reg m(-)

Paru : Ves +/+ Rh -/- Wh -/-

Abdomen : ~ status ginekologi

Extremitas : Hangat +/+, edema -/-

Status Obstetri

Abdomen : Tampak perut membesar ke depan, disertai adanya striae gravidarum, Pada mammae tampak hiperpigmentasi areola mammae

Palpasi : Pemeriksaan Leopold didapatkan : I. Tinggi fundus setengah pusat dengan prosesus xiphoideus (24 cm). Teraba bagian bulat dan keras, kesan kepala ; II. Teraba tahanan keras di kiri (kesan punggung), dan teraba bagian kecil janin di kanan ; III. Teraba bagian bulat, lunak, dan susah digerakkan (kesan bokong) ; IV. Bagian blum masuk pintu atas panggul , nyeri tekan suprapubik (+)

Auskultasi : Denyut jantung janin terdengar paling keras sedikit di kiri umbilikus dengan frekuensi 12 12 12, his (-).

Vagina : bde

Pemeriksaan Penunjang

USG

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Diagnosis

Pasien datang untuk melakukan ante natal care yang ke 5 pada tanggal 2 Agustus 2010, pasien datang dengan keluhan jari jari bengkak pada kedua tangan dan ada plek merah pada muka. Keluhan ini semenjak 15 hari yang lalu. Keluhan dirasakan menetap tidak dipengaruhi oleh kondisi pasien. Merah muka semakin meningkat apabila pasien terkena sinar matahari. Gerak janin dirasakan masih sering, sakit perut tidak ada, keluar air tidak ada, lendir campur darah tidak ada. Penderita memiliki riwayat penyakit SLE sejak tahun 2006 sempat sampai tidak bisa berjalan. Riwayat penyakit lain seperti tekanan darah tinggi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit ginjal , dan asma disangkal. Riwayat Ante Natal Care (ANC) pertama dilakukan di bidan tanggal 15 juni 2010 ppt tes positip . Saat memasuki usia kehamilan 25 minggu dilakukan USG didapat TP 16 oktober 2010 dengan letak sungsang. Pasien sebelumnya menggunakan KB suntik setelah terkena SLE tahun 2006 pasien disarankan berhenti memakai KB suntik. Disarankan memakai kondom atau pantang berkala. Dalam keluarga riwayat penyakit seperti teknan darah tinggi, asma, penyakit jantung, penyakit ginjal, dan diabetes melitus disangkal. Pasien pekerjaanya sebagai penenun, tidak merokok ataupun minum minuman beralkohol. Namun pasien mengaku sering terpapar sinar matahari.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan status present dan status generalnya dalam batas normal. Pada pemeriksaan (inspeksi) di daerah wajah terlihat ada bercak kemerahan di daerah malar. Pada daerah jari-jari tangan (mid interphalang joint) ditemukan terdapat pembengkakan pada semua persendian jari.

Pada pasien tersebut, pada anamnesis jelas didapatkan adanya keluhan flek pada wajah dan pembengkakan pada persendian jari-jari tangan hingga sulit digerakkan. Pasien juga mengaku jikan terpapar sinar matahari maka flek pada wajahnya akan bertambah. Berdasarkan data anamnesis tersebut, maka dapat dipikirkan adanya kecurigaan terhadap gejala SLE. Pada kasus ini, setelah dilakukan pemeriksaan fisik baik itu inspeksi dan palpasi didapatkan adanya ruam malar dan ruam discoid di daerah wajah. terdapat pembengkakan pada semua mid interphalang joint. Diagnosis SLE dapat ditegakkan berdasarkan gambaran kinik dan laboratorium. American Collage of Rheumatology (ACR), mengajukan 11 kriteria untuk mengklasifikasikan LES, dimana biala didapatkan 4 kriteria saja diagnosis LES sudar dapat ditegakkan. Pada pasien ini sudah ditemukan 4 kriteria, yaitu ruam malar, ruam discoid, arthritis, dan adanya fotosinsitif.

Kemungkinan lainnya yang harus disingkirkan adalah arthritis rematoid d. Pada arthritis rematoid didapatkan kekauan sendi pada pagi hari. Namun pada pasian ini tidak terdapat hal yang demikian. untuk dapat memastikan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang dengan memeriksa factor rematoid. Pada arthritis rematoid didapatkan faktorn rematoid yang positif

4.2 Faktor predisposisi atau etiologi

Mekanisme pasti yang bertanggungjawab atas peristiwa LES tidak selalu tampak jelas. Berdasarkan anamnesis penyebab terjadinya LES pada pasien ini kemungkinan disebabkan karena adanya paparan sinar matahari dan faktor stress fisik dan psikologis. Hal ini didapatkan dari anamnesis bahwa pasien sebelum sering mengalami paparan sinar matahari karena pasien juga bekerja sebagai petani. Pasien sering mengalami kelelahan karena bekerja sebagai penenun dan petani. Karena keadaan sosial ekonomi yang kurang, ketika mengandung anak keempat pasien sering mengalami stress begitu juga saan kehamilan ini (anak kelima).

4.3 Penatalaksanaan

Pada kasus ini pasien sebelum kehamilan yang kelima pasien sudah mengalami remisi atau fase tenang ± 6 bulan sehingga angka morbiditas dan mortalitas baik pada ibu dan janin berkurang. Pada kasus ini pasien mengalami fotosensitivitas sehingga disarankan untuk tidak terlalu banyak terpapar sinar matahari. Pasien disarankan menggunakan pelindung sinar matahari seperti baju lengan panjang, topi, dan payung jika akan berjalan di bawah terik matahari. Modalitas utama dalam pengobatan LES adalah pemberian kortokosteroid, antiinflamasi nonsteroid, aspirin, antimalaria, dan imunosupresan. Pemberian kortikosteroid memiliki peran yang sangat penting pada kehamilan, karena tanpa kortikosteroid sebagian besar penderita LES akan mengalami eksaserbasi. Pada pasien ini diberikan prednisone sebagai krtikosteroid oral.

Selain pemberian obat, pemilihan kontrasepsi yang tepat juga tidak kalah pentingnya. Pemilihan kontasepsi yang efektif dan aman merupakan hal yang sangat penting dalam penanganan penderita LES pasca persalinan. Pemakaian kontrasepsi oral yang hanya mengandung progestogen dan depot progestogen merupakan alternative yang lebih aman untuk penderita LES pasca persalinan, karena kadar estrogen dalam kontrasepsi oral yang melebihi 20-30 mikrogram per hari dapat mencetuskan LES. Pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) kurang baik karena dapat meningkatkan risiko infeksi terutama pada penderita yang memakai imunosupresan yang lama. Penyuluhan dan intervensi psikososial juga sangat penting dalam penanganan LES. Penyuluhan dapat berupa menghindari paparan sinar matahari, pemakaian obat, kehamilan, pemakaian alat kontrasepsi, terapi fisik dan diet.

4.4 Prognosis

Tidak ada kesembuhan bagi LES dan remisi komplit yang menetap jarang terjadi karena LES merupakan penyakit autoantibodi yang menyerang sel-sel tubuh yang memiliki inti sel. LES akan meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas pada janin baik itu abortus rekuren maupun kematian janin. Karena penderita sudah mengalami remisi lebih dari 6 bulan sebelum kehamilan kelima ini maka risiko eksaserbasi pada saan hamil akan berkurang, yaitu 25% dan 90% akan mengalami luaran yang baik.

BAB V

RINGKASAN

LES adalah penyakit autoimun yang menyebabkan kondisi inflamasi kronik. Inflamasi yang dipicu SLE mengenai banyak organ dalam tubuh, termasuk kulit, sendi, ginjal, paru, dan sistim saraf. Wanita, khususnya Amerika-afrika dan Asia paling berisiko tinggi berkembang LES. Gejala yang paling sering muncul adalah nyeri sendi, kemeraha pada kulit, dan demam. Gejala bisa timbul perlahan atau muncul tiba-tiba. Sebagian besar LES mempunyai eksaserbasi gejala. Diagnosis LES ditegakkan berdasarkan kriteria ACR 1997 apabila memenuhi 4 dari 11 kriteria yaitu: ada tidaknya ruam malar, ruam diskoid, fotosensitivitas, ulkus mulut, artritis non erosif, pleuritis atau perikarditis gangguan renal, gangguan neurologi, gangguan hematologik, gangguan imunologik, dan adanya ANA (antinuclear antibody). Tidak ada pengobatan yang dapat menyembuhkan LES tapi barmacam obat dapat mengontrol gejala dan mengatasi ketidaknyamanan. Pemilihan obat bergantung pada derajat keparahan penyakit. Pasien dengan LES ringan dapat diatasi dengan NSAID sedangkan pasien dengan LES sedang sampai berat diatasi dengan kortikosteroid atau imunosupresan.

Saat ini penderita didiagnosa dengan SLE dengan kehamilan. terapi yang diberikan terutam untuk mencegah eksaserbasi selama kehamilan sehingga morbiditas dan mortalitas terhadap ibu dan bayi dapat dikurangi. Pasien ini mendapat terapi prednisone serta KIE bagaimana cara mengurangi paparan sinar matahari dan pemilihan kontrasepsi yang tepat sehingga eksaserbasi pasa saat masa kehamilan maupun pasca persalinan dapat dikurangi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Isbagio, Harry; Albar, Zuljasri; Kasjmir, Yoga I; Setiyohadi, Bambang. Lupus Eritematosus Sistemik. In: Sudoyo, Aru W, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006. hal 1224 – 1231

2. Albar S. Lupus eritematosus sistemik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I, edisi Ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 1996.p.150-60.

3. Lipsky PE, Diamond B. Systemic autoimmune disease. Harrisons Principle of Internal Medicine. 15th ed. New York: Mc Graw Hill; 2001.p.1842- 3.

4. Nasution AR,Kasjmir YI, masalah penyakit lupus eritematosus sistemik (LES) si RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Simposium Nasional I Sistemic lupus Eryhematosus. Jakarta 1995

5. Kalim H, Handono K. Gambaran klinik dan harapan hidup penderita lupus Eryhematosus sistemik (SLE) pada orang jawa di RSUD Dr. saiful anwar Malang, 1985-1994. Simposium Nasional I Sistemic Lupus Erythematosus Jakarta,1995

6. Setyohadi B. Penatalaksanaan lupus eritematosus sistemik. Temu lmiah Rematologi, 2003;154-8.

7. Sumaryono. Spektrum autoantibodi pada LES dan hubungannya dengan gambaran klinik. Temu Ilmiah Rematologi 2003;149-53.

8. Baratawidjaya KG. Aspek imunologis dan peranan pemeriksaan autoantibodi pada lupus eritematosus sistemik. Maj Kedok Indones 1996; 46: 383-384

9. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gillstrapp III LC, Hanth JC, Wenstrom KD. Connective tissue disorders. William Obstetrics. 22nd ed. New York: Mc Graw Hill; 2005.p.1211-4.

10. Lahita RG. Clinical presentation of sistemic lupus erythematosus. In: Kelley WN, harris ED, Ruddy S,Sledge CB. Textbook of rheumatology. 2nd ed. Philadelphia. W.B. Saunders Company, 1985; 1029-39

11. Mok CC, Wong RWS. Pregnancy in systemic lupus erythematosus. Postgrad Med JR 2001.

12. Handa R, Kumar U, Wali JP. Systemic lupus eristhematosus and pregnancy. JAPI 2006;54:235-8.

1 komentar:

  1. How much platinum could be in platinum? - Vitanium Art
    The platinum will be stored under titanium white rocket league a glass dome located inside the base of the pyramid of Yggdrasil, titanium mens rings which is titanium wedding bands for men located titanium element in toaks titanium the center of Norse mythology. This

    BalasHapus